11 Mar, 2020 Wallohul Muwwafiq ilaa Aqwaamit thoriq Setiap aktifis NU maupun badan otonom selalu menutup pidato dan surat resmi dengan kalimat “wallahul muwaffiq ila aqwamit-thariiq” sebelum salam. Apa dan siapa pencipta salam kebanggan yang terkesan sulit diucapkan tersebut? Bacaan penutup salam tersebut memang selama ini dikenal khas diucapkan oleh kalangan NU. sementara biasanya Muhammadiyah kerap menggunakan kata penutup “wabillahi taufiq wal hidayah” atau “nasrum minallahi wa fathun qariib.” Seperti diketahui, wallahul muwaffiq ila aqwamit-thariiq merupakan kalimat penutup pidato dan surat-menyurat khas warga NU sebelum salam penutupan. Arti harfiahnya kurang lebih “Allah adalah Dzat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya”. Istilah ini diciptakan oleh KH Ahmad Abdul Hamid dari Kendal, Jawa Tengah. Sebelum menciptakan kalimat wallahul muwaffiq ila aqwamit-thariiq, Kiai Ahmad telah menciptakan istilah “Billahit taufiq wal-hidayah”. Namun karena kalimat tersebut kemudian digunakan oleh hampir semua kalangan umat Islam, maka beliau merasa kekhasan untuk orang NU tidak ada lagi. Untuk itu diciptakan istilah baru, yakni wallahul muwaffiq ila aqwamit thariiq yang dirasakan cukup sulit ditirukan oleh orang non-NU. KH Ahmad Abdul Hamid adalah salah satu ulama kharismatik di Jawa Tengah. Ia merupakan pengasuh Pondok Pesantren al-Hidayah dan Imam Masjid Besar Kendal. Karena peran dan ketokohannya, masyarakat Kendal menyebutnya sebagai “Bapak Kabupaten Kendal”. Kiprah Kiai Ahmad, demikian panggilannya sehari-hari, di lingkungan NU dimulai dari tingkat daerah sampai PBNU. Beberapa posisi penting di NU yang pernah didudukinya adalah Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kendal, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah dengan Katib KH Sahal Mahfudz, dan terakhir sebagai Mustasyar PBNU. Ia juga tercatat sebagai distributor majalah Berita NO, yang terbit tahun 1930an. Dalam sebuah tulisan, Kiai Sahal Mahfudz menyebutkan bahwa Kiai Ahmad menyimpan dokumen-dokumen majalah NU seperti Buletin LINO Lailatul Ijtima' Nadhlatoel Oelama Kiai Ahmad termasuk sangat produktif menulis dan menerjemahkan kitab-kitab. Kitab-kitabnya umumnya ditulis dalam bahasa Jawa dengan tulisan Arab Pegon. Salah satu tulisannya yang cukup fenomenal adalah terjemahan Qanun Asasi Hadlratus Syech KH Hasyim Asy’ari yang ia terjemahkan atas permintaan Sekretaris Jenderal PBNU Prof. KH Saifudin Zuhri. Terjemahan tersebut telah dimulai oleh KH Mahfud Sidiq, tetapi tidak selesai sehingga PBNU meminta Kiai Ahmad untuk menyelesaikannya. Terjemahan itu oleh Kiai Ahmad dinamakan Ihyau Amalil Fudlala’ Fi Tarjamati Muqaddimatil Qanunil Asasi li-Jam’iyati Nahdlatil Ulama. KH Ahmad Abdul Hamid wafat pada 14 Februari 1998 bertepatan dengan 16 Syawal 1418 H. Sumber Telah menjadi identitas dan tradisi khas tersendiri bagi warga NU, tiap kali memberikan salam penutup dalam surat menyurat maupun ceramah dan diskusi maupun acara-acara resmi, sebelumnya diselingi dengan kalimat wallahul muwafiq ila aqwamith thoriq . Arti harfiahnya kurang lebih “Allah adalah Dzat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya”.Kalimat itu selalu disebut, ditulis dan dibaca dalam tiap kegiatan formal maupun informal yang diadakan oleh warga NU. Namun tak banyak yang tahu, siapa sosok kharismatik di balik kalimat tersebut, hingga salam itu menjadi demikian melekat erat dalam keseluruhan gerak nafas dan aktivitas warga ini ternyata diciptakan oleh KH Ahmad Abdul Hamid dari Kendal, Jawa Tengah, seorang pengasuh pondok pesantren Al-Hidayah , sekaligus imam Masjid Besar Kendal. Beliau lahir di kota Kendal pada tahun 1915 menciptakan kalimat wallahul muwaffiq ila aqwamit-thariiq, Kiai Hamid telah menciptakan terlebih dahulu istilah “Billahit taufiq wal-hidayah” . Namun karena kalimat tersebut kemudian digunakan oleh hampir semua kalangan umat Islam, maka beliau merasa kekhasan untuk orang NU tidak ada lagi. Untuk itu diciptakan istilah baru, yakni wallahul muwaffiq ila aqwamit thariiq yang dirasakan cukup sulit ditirukan oleh orang non-NU sebagaimana yang pernah diceritakan Gus Dur saat acara peringatan hari lahir Harlah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia PMII ke-46 .Saat itu sejumlah tokoh nasional, Angkatan ’66 dan ratusan kader PMII hadir dalam acara yang digelar di Hotel Acacia, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis 20/4. Dalam sambutannya, Gusdur menegaskan tentang komitmen keindonesiaan & kebangsaan dengan cara mengawal terus Indonesia dengan islam ala berbicara panjang lebar, dia bermaksud menutup pidato dengan ucapan “wabillahi taufiq wal hidayah“, tapi tiba-tiba dia diam sejenak….“Saya kok mau salah menyampaikan salam penutup, harusnya kan yang khas NU” jelas cucu pendiri NU ini.“Dulu ulama-ulama NU, sepakat menggunakan wabillahi taufiq wal hidayah untuk ucapan penutup dan Nahdlyiin warga NU,red wajib mengikuti. tapi setelah musim kampanye pemilu tahun 70-an, Golkar memakai ucapan itu untuk menutup setiap pidato kampanyenya.” ungkap ketua dewan Syuro PKB iniNah setelah itu, lanjut Gus Dur, para ulama NU sepakat menggantinya dengan yang lain. Muncul ide agar di ganti dengan “wallohul Muwafiq ila aqwamith Thariq” dari seorang Kiai KH Ahmad Abdul Hamid lalu dipakailah hingga kini.“Jadi Golkar minjem “wabillahi taufiq wal hidayah” dari NU dan belum dikembalikan hingga saat ini,” kata gusdur yang diiringi gelak tawa hadirin, termasuk Slamet Effendi Yusuf yang hadir saat itu.“Untuk itu saya akhiri dengan wallohul Muwafiq ila aqwamith Thariq,” ungkap Gus Dur menyudahiKiprah Kiai Hamid di lingkungan NU dimulai dari tingkat daerah sampai PBNU. Beberapa posisi penting di NU yang pernah didudukinya adalah adalah Rais Syuriyah PCNU Kendal, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah dengan Katib KH. Sahal Mahfudh, dan terakhir sebagai Mustasyar tak banyak ditulis di media massa, namanya tak sering disebut dalam panggung-panggung nasional, atau didengungkan di berbagai kajian sejarah ke-NU-an kita, tapi kiprah dan produktivitasnya dalam berkarya tak bisa diremehkan begitu tahun 1930-an, Kiai Achmad Abdul Hamid telah terlibat dalam penulisan dan penerbitan majalah Berita NO Nahdlatoel Oelama-red. Bahkan dalam sebuah tulisan, Sahal Mahfudz menyebut kiai Achmad Abdul Hamid sebagai sosok yang begitu rapi dalam menyimpan dokumen-dokumen penting NU, salah satu yang sangat rapi disimpannya adalah dokumen-dokumen Buletin LINO Lailatul Ijtima’ Nahdatoel Oelama.Kecintaannya terhadap dunia tulis menulis juga ditunjukkannya dengan menulis dan menerjemahkan kitab-kitab yang kebanyakan ditulis dengan bahasa Jawa dalam tulisan Arab pegon. Terbilang lebih dari 20 kitab yang telah ditulisnya, meliputi bidang akidah, sejarah Islam, syari’ah, ke-NU-an maupun tuntunan dakwah Islam. Salah satu karyanya yang cukup fenomenal adalah terjemahan Qanun Asasi Hadlratus Syeikh Hasyim Asy’ari yang diterjemahkannya atas perintah dari Sekretaris Jenderal PBNU kala itu, Saifudin tersebut telah dimulai oleh KH. Mahfudz Shiddiq tetapi tidak selesai sehingga PBNU meminta kiai Achmad untuk menyelesaikannya. Terjemahan itu oleh Kiai Achmad dinamakan Ihyau Amalil Fudlala’ Fi Tarjamati Muqaddimatil Qanunil Asasi li-Jam’iyati Nahdlatil Achmad Abdul Hamid wafat pada 14 Februari 1998 bertepatan dengan 16 Syawal 1418 H. Ini saya dapat ketika masuk PMII dan lebih mendalaminya. Kelihatannya sepele bukan? tapi yang namanya sejarah siapa yang tau. "Saat acara peringatan hari lahir Harlah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia PMII ke-46 . Sejumlah tokoh nasional, Angkatan ’66 dan ratusan kader PMII hadir dalam acara yang digelar di Hotel Acacia, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis 20/4. Dalam sambutannya, Gus Dur menegaskan tentang komitmen keindonesiaan & kebangsaan dengan cara mengawal terus Indonesia dengan Islam ala Indonesia. Setelah berbicara panjang lebar, dia bermaksud menutup pidato dengan ucapan "wabillahi taufiq wal hidayah", tapi tiba-tiba dia diam sejenak.... "saya kok mau salah menyampaikan salam penutup, harusnya kan yang khas NU" jelas cucu pendiri NU ini. "dulu ulama-ulama NU, sepakat menggunakan wabillahi taufiq wal hidayah untuk ucapan penutup dan Nahdliyiin wajib mengikuti. tapi setelah musim kampanye pemilu tahun 70-an, Golkar memakai ucapan itu untuk menutup setiap pidato kampanyenya." ungkap Ketua Dewan Syuro PKB ini Nah setelah itu, lanjut Gus Dur, para ulama NU sepakat menggantinya dengan yang lain. muncul ide agar di ganti dengan "Wallahul Muwafiq ila aqwamith Thariq" dari seorang Kiai kharismatik asal Magelang lalu dipakailah hingga kini. "jadi Golkar minjem "wabillahi taufiq wal hidayah" dari NU dan belum dikembalikan hingga saat ini," kata Gus Dur yang diiringi gelak tawa hadirin, termasuk Slamet Effendi Yusuf yang hadir saat itu. "untuk itu saya akhiri dengan wallahul Muwafiq ila aqwamith Thariq," ungkap Gus Dur menyudahi. NU Online. Mungkin kalian menganggap ini konyol, tapi menurut saya tulisan diatas "sesuatu banget". Ok, dan 1 lagi.. tidak tahu ini keawaman, ketidak tahuan, keteledoran entah kesengajaan sering kita mendengar ucapan "illa awamith Thariq" BUKAN "ila". kita mungkin masih awam, tapi kita tak harus terjerumus terlalu dalam oleh keawaman kita bukan? Memang itu suatu hal sepele, tapi ingat Se-Sepele apapun itu harus hati-hati. Kalo dari segi pandang arti kata ila = ke / menuju illa = kecuali sedang, kalo kita terus-terusan mengucap ataupun menulis "illa awamith Thariq" itu sama hal-nya kita mengucap bahkan mungkin bisa diartikan berdo'a "Kecuali jalan yang lurus" [ Teriak dan katakan OH NOo..!!! ]. jadi arti kalimat wallahul Muwafiq ila aqwamith Thariq ialah "Semoga Allah menuntun kita ke jalan yang paling lurus [ISLAM]". and finally, Alhamdulillah.. kita tahu itu.Naudzubillah Semoga kita senantiasa menjadi hamba Nya yang gemar mengintropeksi diri, dan mendapatkan keberkahan dari Nya. Sekian kultum tentang muhasabah kali ini. Wallahul Muwafiq, ila aqwamith thariq, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Demikian contoh kultum tentang muhasabah dari kami, Semoga bermanfaat. Telah menjadi identitas dan tradisi khas tersendiri bagi warga NU, tiap kali memberikan salam penutup dalam surat menyurat maupun ceramah dan diskusi maupun acara-acara resmi, sebelumnya diselingi dengan kalimat wallahul muwafiq ila aqwamith thoriq . Arti harfiahnya kurang lebih “Allah adalah Dzat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya”. Kalimat itu selalu disebut, ditulis dan dibaca dalam tiap kegiatan formal maupun informal yang diadakan oleh warga NU. Namun tak banyak yang tahu, siapa sosok kharismatik di balik kalimat tersebut, hingga salam itu menjadi demikian melekat erat dalam keseluruhan gerak nafas dan aktivitas warga nahdliyin. Kalimat ini ternyata diciptakan oleh KH Ahmad Abdul Hamid dari Kendal, Jawa Tengah, seorang pengasuh pondok pesantren Al-Hidayah , sekaligus imam Masjid Besar Kendal. Beliau lahir di kota Kendal pada tahun 1915 M. Sebelum menciptakan kalimat wallahul muwaffiq ila aqwamit-thariiq, Kiai Hamid telah menciptakan terlebih dahulu istilah “Billahit taufiq wal-hidayah” . Namun karena kalimat tersebut kemudian digunakan oleh hampir semua kalangan umat Islam, maka beliau merasa kekhasan untuk orang NU tidak ada lagi. Untuk itu diciptakan istilah baru, yakni wallahul muwaffiq ila aqwamit thariiq yang dirasakan cukup sulit ditirukan oleh orang non-NU sebagaimana yang pernah diceritakan Gus Dur saat acara peringatan hari lahir Harlah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia PMII ke-46 . Saat itu sejumlah tokoh nasional, Angkatan ’66 dan ratusan kader PMII hadir dalam acara yang digelar di Hotel Acacia, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis 20/4. Dalam sambutannya, Gusdur menegaskan tentang komitmen keindonesiaan & kebangsaan dengan cara mengawal terus Indonesia dengan islam ala Indonesia. Setelah berbicara panjang lebar, dia bermaksud menutup pidato dengan ucapan “wabillahi taufiq wal hidayah“, tapi tiba-tiba dia diam sejenak…. “Saya kok mau salah menyampaikan salam penutup, harusnya kan yang khas NU” jelas cucu pendiri NU ini. “Dulu ulama-ulama NU, sepakat menggunakan wabillahi taufiq wal hidayah untuk ucapan penutup dan Nahdlyiin warga NU,red wajib mengikuti. tapi setelah musim kampanye pemilu tahun 70-an, Golkar memakai ucapan itu untuk menutup setiap pidato kampanyenya.” ungkap ketua dewan Syuro PKB ini Nah setelah itu, lanjut Gus Dur, para ulama NU sepakat menggantinya dengan yang lain. Muncul ide agar di ganti dengan “wallohul Muwafiq ila aqwamith Thariq” dari seorang Kiai KH Ahmad Abdul Hamid lalu dipakailah hingga kini. “Jadi Golkar minjem “wabillahi taufiq wal hidayah” dari NU dan belum dikembalikan hingga saat ini,” kata gusdur yang diiringi gelak tawa hadirin, termasuk Slamet Effendi Yusuf yang hadir saat itu. “Untuk itu saya akhiri dengan wallohul Muwafiq ila aqwamith Thariq,” ungkap Gus Dur menyudahi Kiprah Kiai Hamid di lingkungan NU dimulai dari tingkat daerah sampai PBNU. Beberapa posisi penting di NU yang pernah didudukinya adalah adalah Rais Syuriyah PCNU Kendal, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah dengan Katib KH. Sahal Mahfudh, dan terakhir sebagai Mustasyar PBNU. Ketokohannya tak banyak ditulis di media massa, namanya tak sering disebut dalam panggung-panggung nasional, atau didengungkan di berbagai kajian sejarah ke-NU-an kita, tapi kiprah dan produktivitasnya dalam berkarya tak bisa diremehkan begitu saja. Sejak tahun 1930-an, Kiai Achmad Abdul Hamid telah terlibat dalam penulisan dan penerbitan majalah Berita NO Nahdlatoel Oelama-red. Bahkan dalam sebuah tulisan, Sahal Mahfudz menyebut kiai Achmad Abdul Hamid sebagai sosok yang begitu rapi dalam menyimpan dokumen-dokumen penting NU, salah satu yang sangat rapi disimpannya adalah dokumen-dokumen Buletin LINO Lailatul Ijtima’ Nahdatoel Oelama. Kecintaannya terhadap dunia tulis menulis juga ditunjukkannya dengan menulis dan menerjemahkan kitab-kitab yang kebanyakan ditulis dengan bahasa Jawa dalam tulisan Arab pegon. Terbilang lebih dari 20 kitab yang telah ditulisnya, meliputi bidang akidah, sejarah Islam, syari’ah, ke-NU-an maupun tuntunan dakwah Islam. Salah satu karyanya yang cukup fenomenal adalah terjemahan Qanun Asasi Hadlratus Syeikh Hasyim Asy’ari yang diterjemahkannya atas perintah dari Sekretaris Jenderal PBNU kala itu, Saifudin Zuhri. Terjemahan tersebut telah dimulai oleh KH. Mahfudz Shiddiq tetapi tidak selesai sehingga PBNU meminta kiai Achmad untuk menyelesaikannya. Terjemahan itu oleh Kiai Achmad dinamakan Ihyau Amalil Fudlala’ Fi Tarjamati Muqaddimatil Qanunil Asasi li-Jam’iyati Nahdlatil Ulama. Kiai Achmad Abdul Hamid wafat pada 14 Februari 1998 bertepatan dengan 16 Syawal 1418 H.
SiapaPencetus Kalimat “wallahul Muwafiq ila Aqwamith Thoriq?" Siapa Pencetus Kalimat "wallahul Muwafiq ila Aqwamith Thoriq ? "Telah menjadi identitas dan tradisi khas tersendiri bagi warga NU,Sudah diajarkan sejak awal termasuk di lomba-lomba pidato. FT/youtube JAMBI – Ada kabar lucu di media online Sabtu 24/11/2018 sore ini. Kabarnya acara pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Rakornas Majelis Nasional MN Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam KAHMI I di ACC Jambi, Sabtu 24/11, oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, diwarnai keributan. Keributan terjadi saat pembawa acara menutup acara pembukaan. Saat itu, pembawa acara mengucapkan Wallahul Muwafiq Ila Aqwamith Thariq, sebuah salam khas warga NU. Lebih lucu lagi, kalimat pembawa acara tersebut diprotes peserta Rakornas, karena identik dengan Ormas lain NU red.. Sementara, HMI sudah biasa mengucapkan kalimat penutup Billahi Taufiq Wal Hidayah. “Pembawa acara mengucapkan Wallahul Muwafiq Ila Aqwamith Thariq yang digunakan organisasi lain,” sebut Firman, salah seorang peserta Rakornas seperti dikutip Saat ini pihak MC diminta mengklarifikasi kalimat salah ucap tersebut, dan meminta maaf kepada peserta Rakornas KAHMI. “Kami minta agar MC meminta maaf secara terbuka, kami yakin ini sudah disusupi,” ujar pengurus KAHMI di depan mikrophon. Billahi Taufiq Wal Hidayah Juga Punya NU Kisah salam khas ini pernah menjadi guyonan dalam acara peringatan hari lahir Harlah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia PMII ke-46 . Sejumlah tokoh nasional, Angkatan ’66 dan ratusan kader PMII hadir dalam acara yang digelar di Hotel Acacia, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat. Gus Dur, dalam sambutannya, menegaskan tentang komitmen keindonesiaan dan kebangsaan dengan cara mengawal terus Indonesia dengan Islam ala Indonesia. Setelah berbicara panjang lebar, Gus Dur bermaksud menutup pidatonya dengan ucapan “wabillahi taufiq wal hidayah“, tetapi tiba-tiba Gus Dur diam sejenak. “Saya kok mau salah menyampaikan salam penutup, harusnya kan yang khas NU,” jelas cucu pendiri NU ini. “Dulu ulama-ulama NU, sepakat menggunakan wabillahi taufiq wal hidayah untuk ucapan penutup acara nahdlyiin warga NU,red wajib mengikuti. Tapi setelah musim kampanye pemilu tahun 70-an, Golkar memakai ucapan itu untuk menutup setiap pidato kampanyenya,” ungkap Gus Dur. Nah setelah itu, lanjut Gus Dur, para ulama NU sepakat menggantinya dengan yang lain. Muncul ide agar diganti dengan “wallohul Muwafiq ila aqwamith Thariq” dari seorang Kiai kharismatik asal Magelang lalu dipakailah hingga kini. “Jadi Golkar minjem “wabillahi taufiq wal hidayah” dari NU dan sampai sekarang belum dikembalikan,” kata gusdur diiringi gelak tawa hadirin. “Untuk itu saya akhiri dengan wallohul Muwafiq ila aqwamith Thariq,” begitu Gus Dur menyudahi acara. Kalimat khas itu juga menjadi penutup dalam surat-menyurat khas warga NU, sebelum salam penutupan. Arti harfiahnya “Allah adalah Dzat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya.” Istilah ini diciptakan oleh KH Ahmad Abdul Hamid dari Kendal, Jawa Tengah. Sebelum menciptakan kalimat Wallahul muwaffiq ila aqwamit-tharieq, Kiai Ahmad telah menciptakan istilah Billahit taufiq wal-hidayah. Namun karena Billahit taufiq wal hidayah kemudian digunakan oleh hampir semua kalangan umat Islam, maka ia merasa kekhasan untuk orang NU tidak ada lagi. Untuk itu ia menciptakan istilah baru, Wallahul muwaffiq ila aqwamit tharieq yang dirasakan cukup sulit ditirukan oleh orang non-NU. Jadi Billahi Taufiq Wal Hidayah itu juga karya kiai NU. KH Ahmad Abdul Hamid adalah salah satu ulama kharismatik di Jawa Tengah. Ia merupakan pengasuh Pondok Pesantren al-Hidayah dan Imam Masjid Besar Kendal. Karena peran dan ketokohannya, masyarakat Kendal menyebutnya sebagai “Bapak Kabupaten Kendal”. Kiprah Kiai Ahmad, demikian panggilannya sehari-hari, di lingkungan NU dimulai dari tingkat daerah sampai PBNU. Beberapa posisi penting di NU yang pernah didudukinya adalah Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kendal, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah dengan Katib KH Sahal Mahfudz, dan terakhir sebagai Mustasyar PBNU. Ia juga tercatat sebagai distributor majalah Berita NO, yang terbit tahun 1930an. Dalam sebuah tulisan, Kiai Sahal Mahfudz menyebutkan bahwa Kiai Ahmad menyimpan dokumen-dokumen majalah NU seperti Buletin LINO Lailatul Ijtima’ Nadhlatoel Oelama. Kiai Ahmad termasuk sangat produktif menulis dan menerjemahkan kitab-kitab. Kitab-kitabnya umumnya ditulis dalam bahasa Jawa dengan tulisan Arab Pegon. Salah satu tulisannya yang cukup fenomenal adalah terjemahan Qanun Asasi Hadlratus Syech KH Hasyim Asy’ari yang ia terjemahkan atas permintaan Sekretaris Jenderal PBNU Prof KH Saifudin Zuhri. Terjemahan tersebut telah dimulai oleh KH Mahfud Sidiq, tetapi tidak selesai sehingga PBNU meminta Kiai Ahmad untuk menyelesaikannya. Terjemahan itu oleh Kiai Ahmad dinamakan Ihyau Amalil Fudlala’ Fi Tarjamati Muqaddimatil Qanunil Asasi li-Jam’iyati Nahdlatil Ulama. KH Ahmad Abdul Hamid wafat pada 14 Februari 1998 bertepatan dengan 16 Syawal 1418 H. Sumber nuo, ensiklopedi NU O'k welll.. Setelah saya ikut PMII, entah mengapa rasanya pengen ngepost hal yang satu ini. Kelihatannya sepele bukan? tapi yang namanya sejarah siapa yang tau. oleh PMII Rayon Ad-Dakhil FAI UNISDA Lamongan artikel/tulisan yang ada di bawah ini adalah berita harlah PMII yang ke-46, yang saya ambil di website NU Online. "Saat acara peringatan hari lahir Harlah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia PMII ke-46 . Sejumlah tokoh nasional, Angkatan ’66 dan ratusan kader PMII hadir dalam acara yang digelar di Hotel Acacia, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis 20/4. Dalam sambutannya, Gus Dur menegaskan tentang komitmen keindonesiaan & kebangsaan dengan cara mengawal terus Indonesia dengan Islam ala Indonesia. Setelah berbicara panjang lebar, dia bermaksud menutup pidato dengan ucapan "wabillahi taufiq wal hidayah", tapi tiba-tiba dia diam sejenak.... "saya kok mau salah menyampaikan salam penutup, harusnya kan yang khas NU" jelas cucu pendiri NU ini. "dulu ulama-ulama NU, sepakat menggunakan wabillahi taufiq wal hidayah untuk ucapan penutup dan Nahdliyiin wajib mengikuti. tapi setelah musim kampanye pemilu tahun 70-an, Golkar memakai ucapan itu untuk menutup setiap pidato kampanyenya." ungkap Ketua Dewan Syuro PKB ini Nah setelah itu, lanjut Gus Dur, para ulama NU sepakat menggantinya dengan yang lain. muncul ide agar di ganti dengan "Wallahul Muwafiq ila aqwamith Thariq" dari seorang Kiai kharismatik asal Magelang lalu dipakailah hingga kini. "jadi Golkar minjem "wabillahi taufiq wal hidayah" dari NU dan belum dikembalikan hingga saat ini," kata Gus Dur yang diiringi gelak tawa hadirin, termasuk Slamet Effendi Yusuf yang hadir saat itu. "untuk itu saya akhiri dengan wallahul Muwafiq ila aqwamith Thariq," ungkap Gus Dur menyudahi. NU Online. Mungkin kalian menganggap ini konyol, tapi menurut saya tulisan diatas "sesuatu banget". Ok, dan 1 lagi.. tidak tahu ini keawaman, ketidak tahuan, keteledoran entah kesengajaan sering kita mendengar ucapan "illa awamith Thariq" BUKAN "ila". kita mungkin masih awam, tapi kita tak harus terjerumus terlalu dalam oleh keawaman kita bukan? Memang itu suatu hal sepele, tapi ingat Se-Sepele apapun itu hati-hati lho, ntar kalo jadi Sepuluh. Kalo dari segi pandang arti kata ila = ke / menuju illa = kecuali sedang, kalo kita terus-terusan mengucap ataupun menulis "illa awamith Thariq" itu sama hal-nya kita mengucap bahkan mungkin bisa diartikan berdo'a "Kecuali jalan yang lurus" [ Teriak dan katakan OH NOo..!!! ]. jadi arti kalimat wallahul Muwafiq ila aqwamith Thariq ialah "Semoga Allah menuntun kita ke jalan yang paling lurus [ISLAM]". and finally, Alhamdulillah.. kita tahu itu. Page 2 WallahulMuwaffiq ila Aqwamit Tharieq Kalimat penutup pidato dan surat-menyurat khas warga NU sebelum salam penutupan. Arti harfiahnya: “Allah adalah Dzat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya.” Istilah ini diciptakan oleh KH Ahmad Abdul Hamid dari Kendal, Jawa Tengah. KH Ahmad Abdul Hamid والله الموفق إلى أقوم الطريق Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Tharieq Assalamu'alaikum wahai para sahabat~ Kalimat penutup pidato dan surat-menyurat khas warga NU sebelum salam penutupan. Arti harfiahnya “Allah adalah Dzat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya.” Istilah ini diciptakan oleh KH Ahmad Abdul Hamid dari Kendal, Jawa Tengah. Sebelum menciptakan kalimat Wallahul muwaffiq ila aqwamit-tharieq, Kiai Ahmad telah menciptakan istilah Billahit taufiq wal-hidayah. Namun karena Billahit taufiq wal hidayah kemudian digunakan oleh hampir semua kalangan umat Islam, maka ia merasa kekhasan untuk orang NU tidak ada lagi. Untuk itu ia menciptakan istilah baru, Wallahul muwaffiq ila aqwamit tharieq yang dirasakan cukup sulit ditirukan oleh orang non-NU. KH Ahmad Abdul Hamid adalah salah satu ulama kharismatik di Jawa Tengah. Ia merupakan pengasuh Pondok Pesantren al-Hidayah dan Imam Masjid Besar Kendal. Karena peran dan ketokohannya, masyarakat Kendal menyebutnya sebagai “Bapak Kabupaten Kendal”. Kiprah Kiai Ahmad, demikian panggilannya sehari-hari, di lingkungan NU dimulai dari tingkat daerah sampai PBNU. Beberapa posisi penting di NU yang pernah didudukinya adalah Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kendal, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah dengan Katib KH Sahal Mahfudz, dan terakhir sebagai Mustasyar PBNU. Ia juga tercatat sebagai distributor majalah Berita NO, yang terbit tahun 1930an. Dalam sebuah tulisan, Kiai Sahal Mahfudz menyebutkan bahwa Kiai Ahmad menyimpan dokumen-dokumen majalah NU seperti Buletin LINO Lailatul Ijtima' Nadhlatoel Oelama Kiai Ahmad termasuk sangat produktif menulis dan menerjemahkan kitab-kitab. Kitab-kitabnya umumnya ditulis dalam bahasa Jawa dengan tulisan Arab Pegon. Salah satu tulisannya yang cukup fenomenal adalah terjemahan Qanun Asasi Hadlratus Syech KH Hasyim Asy’ari yang ia terjemahkan atas permintaan Sekretaris Jenderal PBNU Prof. KH Saifudin Zuhri. Terjemahan tersebut telah dimulai oleh KH Mahfud Sidiq, tetapi tidak selesai sehingga PBNU meminta Kiai Ahmad untuk menyelesaikannya. Terjemahan itu oleh Kiai Ahmad dinamakan Ihyau Amalil Fudlala’ Fi Tarjamati Muqaddimatil Qanunil Asasi li-Jam’iyati Nahdlatil Ulama. KH Ahmad Abdul Hamid wafat pada 14 Februari 1998 bertepatan dengan 16 Syawal 1418 H. Sumber Ensiklopedi NU ditulis ulang oleh ~ Pak Rt sumber Ensiklopedi NU Islam BeritaIslami Sunnah Qur'anHadist Tuntunan Islamnusantara PIN BelaIslam Aqidah ASWAJA pejuangislamnusantara Pak Rt Salah Satu Penggiat Sosial Media, yang selalu mengedepankan informasi benar terpercaya. sebagai wahana Dakwah dan memerangi HOAK . Pidatoperpisahan kelas 6 yang menyentuh hati. Inilah kata sambutan saya selaku tuan rumah Akhirul Kalam Usikum Wanafsin Bitaqwallah Wallahul Muwafiq Ila Aqwamith Thariq Fastabiqul Khoirot. Pidatosambutan semoga bermanfaat jangan lupa kunjungi juga beberapa contoh kalimat pembuka pidato contoh teks kalimat pembukaan pidato sambutan ceramah
11 Mar, 2020 Wallohul Muwwafiq ilaa Aqwaamit thoriq Setiap aktifis NU maupun badan otonom selalu menutup pidato dan surat resmi dengan kalimat “wallahul muwaffiq ila aqwamit-thariiq” sebelum salam. Apa dan siapa pencipta salam kebanggan yang terkesan sulit diucapkan tersebut? Bacaan penutup salam tersebut memang selama ini dikenal khas diucapkan oleh kalangan NU. sementara biasanya Muhammadiyah kerap menggunakan kata penutup “wabillahi taufiq wal hidayah” atau “nasrum minallahi wa fathun qariib.” Seperti diketahui, wallahul muwaffiq ila aqwamit-thariiq merupakan kalimat penutup pidato dan surat-menyurat khas warga NU sebelum salam penutupan. Arti harfiahnya kurang lebih “Allah adalah Dzat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya”. Istilah ini diciptakan oleh KH Ahmad Abdul Hamid dari Kendal, Jawa Tengah. Sebelum menciptakan kalimat wallahul muwaffiq ila aqwamit-thariiq, Kiai Ahmad telah menciptakan istilah “Billahit taufiq wal-hidayah”. Namun karena kalimat tersebut kemudian digunakan oleh hampir semua kalangan umat Islam, maka beliau merasa kekhasan untuk orang NU tidak ada lagi. Untuk itu diciptakan istilah baru, yakni wallahul muwaffiq ila aqwamit thariiq yang dirasakan cukup sulit ditirukan oleh orang non-NU. KH Ahmad Abdul Hamid adalah salah satu ulama kharismatik di Jawa Tengah. Ia merupakan pengasuh Pondok Pesantren al-Hidayah dan Imam Masjid Besar Kendal. Karena peran dan ketokohannya, masyarakat Kendal menyebutnya sebagai “Bapak Kabupaten Kendal”. Kiprah Kiai Ahmad, demikian panggilannya sehari-hari, di lingkungan NU dimulai dari tingkat daerah sampai PBNU. Beberapa posisi penting di NU yang pernah didudukinya adalah Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kendal, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah dengan Katib KH Sahal Mahfudz, dan terakhir sebagai Mustasyar PBNU. Ia juga tercatat sebagai distributor majalah Berita NO, yang terbit tahun 1930an. Dalam sebuah tulisan, Kiai Sahal Mahfudz menyebutkan bahwa Kiai Ahmad menyimpan dokumen-dokumen majalah NU seperti Buletin LINO Lailatul Ijtima' Nadhlatoel Oelama Kiai Ahmad termasuk sangat produktif menulis dan menerjemahkan kitab-kitab. Kitab-kitabnya umumnya ditulis dalam bahasa Jawa dengan tulisan Arab Pegon. Salah satu tulisannya yang cukup fenomenal adalah terjemahan Qanun Asasi Hadlratus Syech KH Hasyim Asy’ari yang ia terjemahkan atas permintaan Sekretaris Jenderal PBNU Prof. KH Saifudin Zuhri. Terjemahan tersebut telah dimulai oleh KH Mahfud Sidiq, tetapi tidak selesai sehingga PBNU meminta Kiai Ahmad untuk menyelesaikannya. Terjemahan itu oleh Kiai Ahmad dinamakan Ihyau Amalil Fudlala’ Fi Tarjamati Muqaddimatil Qanunil Asasi li-Jam’iyati Nahdlatil Ulama. KH Ahmad Abdul Hamid wafat pada 14 Februari 1998 bertepatan dengan 16 Syawal 1418 H. Sumber Jakarta - Foto ini diambil saat KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU, KH. Ahmad Abdul Hamid Kendal [Mustasyar PBNUwaktu itu] mendoakan Gus Dur, dan Gus Dur pun mengamini doa beliau. Untuk diketahui, KH. Ahmad Abdul Hamid Kendal adalah santri langsung dari Hadlratusy Syaikh KH. M. Hasyim Asy'ari dan KH. Raden Asnawi Kudus, juga sahabat karib dari KH. Wahid Hasyim [Ayahanda Gus Dur]. Tahukah kalian bahwa KH. Ahmad Abdul Hamid inilah yang menciptakan kalimat Billahit Taufiq Wal Hidayah dan Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamit Thariq, yang biasanya diucapkan atau ditulis sebelum salam penutup. Pada mulanya, kalimat Billahit Taufiq Wal Hidayah yang beliau ciptakan itu sebagai penutup ceramah, pidato dan surat menyurat bagi kalangan warga NU, tapi akhirnya kalimat penutup itu ditiru dan digunakan oleh hampir semua kalangan umat Islam dari berbagai organisasi dan pergerakan, sehingga kekhasan untuk warga NU sudah tidak ada lagi. Oleh karena itu, beliau menciptakan kalimat baru Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamit Thariq yang dirasa cukup sulit ditirukan oleh warga non-NU. *** Sebagaimana ditulis oleh Zainuddin Assyarifie bahwa kiprah Kiai Hamid di lingkungan NU dimulai dari tingkat daerah sampai PBNU. Beberapa posisi penting di NU yang pernah didudukinya adalah adalah Rais Syuriyah PCNU Kendal, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah [dengan Katib KH. Sahal Mahfudh], dan terakhir sebagai Mustasyar PBNU. Baca juga Perbedaan Makam Ulama di Mesir dan Jawa Ketokohannya tak banyak ditulis di media massa, namanya tak sering disebut dalam panggung-panggung nasional, atau didengungkan di berbagai kajian sejarah ke-NU-an kita, tapi kiprah dan produktivitasnya dalam berkarya tak bisa diremehkan begitu saja. Sejak tahun 1930-an, Kiai Achmad Abdul Hamid telah terlibat dalam penulisan dan penerbitan majalah Berita NO [Nahdlatoel Oelama-red]. Bahkan dalam sebuah tulisan, Sahal Mahfudz menyebut kiai Achmad Abdul Hamid sebagai sosok yang begitu rapi dalam menyimpan dokumen-dokumen penting NU, salah satu yang sangat rapi disimpannya adalah dokumen-dokumen Buletin LINO [Lailatul Ijtima’ Nahdatoel Oelama]. Kecintaannya terhadap dunia tulis menulis juga ditunjukkannya dengan menulis dan menerjemahkan kitab-kitab yang kebanyakan ditulis dengan bahasa Jawa dalam tulisan Arab pegon. Terbilang lebih dari 20 kitab yang telah ditulisnya, meliputi bidang akidah, sejarah Islam, syari’ah, ke-NU-an maupun tuntunan dakwah Islam. Salah satu karyanya yang cukup fenomenal adalah terjemahan Qanun Asasi Hadlratus Syeikh Hasyim Asy’ari yang diterjemahkannya atas perintah dari Sekretaris Jenderal PBNU kala itu, Saifudin Zuhri. Baca juga Tiga Tanggung Jawab Ulama Menurut Ketua Umum MUI Terjemahan tersebut telah dimulai oleh KH. Mahfudz Shiddiq tetapi tidak selesai sehingga PBNU meminta kiai Achmad untuk menyelesaikannya. Terjemahan itu oleh Kiai Achmad dinamakan Ihyau Amalil Fudlala’ Fi Tarjamati Muqaddimatil Qanunil Asasi li-Jam’iyati Nahdlatil Ulama. Kiai Achmad Abdul Hamid wafat pada 14 Februari 1998 bertepatan dengan 16 Syawal 1418 H.[*] والله الموفق إلى أقوم الطريق"Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Tharieq" adalah kalimat pada pidato sebelum salam penutup yang khas digunakan oleh warga Nahdatul Ulama. Arti harfiahnya adalah “Allah adalah Dzat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya.”. Istilah ini diciptakan oleh KH Ahmad Abdul Hamid dari Kendal, Jawa menciptakan kalimat Wallahul muwaffiq ila aqwamit-tharieq, Kiai Ahmad telah menciptakan istilah Billahit taufiq wal-hidayah. Namun karena Billahit taufiq wal hidayah kemudian digunakan oleh hampir semua kalangan umat Islam, maka ia menciptakan lagi istilah baru, Wallahul muwaffiq ila aqwamit tharieq yang dirasakan cukup sulit ditirukan oleh orang Ahmad Abdul Hamid adalah satudari sekian banyak ulama kharismatik di Jawa Tengah yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren al-Hidayah dan Imam Masjid Besar di Kendal. Karena peran dan kharismanya, masyarakat Kendal menyebutnya sebagai “Bapak Kabupaten Kendal”.Kiai Ahmad, demikian panggilannya sehari-hari, memiliki peran penting di lingkungan NU dimulai dari tingkat daerah sampai PBNU. Beberapa posisi penting di NU yang pernah didudukinya adalah Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kendal, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah [dengan KH Sahal Mahfudz], dan sebagai Mustasyar juga tercatat sebagai distributor majalah Berita NO, yang terbit tahun 1930-an. Kiai Ahmad termasuk sangat produktif menulis dan menerjemahkan kitab-kitab dan sering ditulis dalam bahasa Jawa dengan tulisan Arab Pegon. Salah satu tulisannya yang terkenal adalah terjemahan Qanun Asasi Hadlratus Syech KH Hasyim Asy’ari yang ia terjemahkan atas permintaan Sekretaris Jenderal PBNU Prof. KH Saifudin tersebut telah dimulai oleh KH Mahfud Sidiq, tetapi tidak selesai sehingga PBNU meminta Kiai Ahmad untuk menyelesaikannya. Terjemahan itu oleh Kiai Ahmad dinamakan Ihyau Amalil Fudlala’ Fi Tarjamati Muqaddimatil Qanunil Asasi li-Jam’iyati Nahdlatil Ahmad Abdul Hamid wafat pada 14 Februari 1998 [16 Syawal 1418 H]. KH. Ahmad Abdul Hamid, atau yang lebih dikenal dengan nama KH. Achmad Abdul Hamid Kendal. Surabaya Ikilhojatim – Pada umumnya umat Islam mengakhiri ceramah atau surat-menyurat keagamaan dengan kalimat “Billahit taufiq wal-hidayah” atau “Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq” yang diucapkan atau ditulis sebelum salam penutup. Tetapi tahukah anda siapa pencipta ke dua kalimat tersebut? Berikut penjelasannya yang kami rangkum dari berbagai sumber. Pencipta kedua kalimat itu adalah KH. Ahmad Abdul Hamid yang lebih dikenal dengan nama KH. Achmad Abdul Hamid Kendal. Beliau adalah salah satu ulama kharismatik di Jawa Tengah, pengasuh Ponpes Al-Hidayah Kendal Kota dan Imam Masjid Besar Kendal. Karena peran dan ketokohan beliau, masyarakat Kendal menyebut beliau sebagai “Bapak Kabupaten Kendal”. KH. Achmad Abdul Hamid Kendal lahir di Kendal Tahun 1915. Ayahandanya bernama KH. Abdul Hamid. Beliau dilahirkan pada saat di negeri ini sedang marak berdiri berbagai pergerekan dan organisasi keagamaan, sosial, ekonomi, politik dan lain-lain. Seperti Sarekat Dagang Islam SDI yang didirikan pada tahun 1905 lalu pada tahun 1906 berubah menjadi Sarikat Islam, Muhammadiyah berdiri pada tahun 1912. Pada tahun 1918 lahir Nahdlatul Tujjar sebagai cikal bakal Nahdatul Ulama NU. Kemudian pada 31 Januari 1926 berdirilah NU, tahun 1928 terjadi Sumpah Pemuda dan lain-lain. - Advertisiment -Mulanya kalimat “Billahit Taufiq wal Hidayah” beliau ciptakan sebagai ciri khas warga NU untuk mengakhiri ceramah, pidato dan surat menyurat. Pertama kali beliau mengucapkan kalimat itu di Magelang yang selanjutkan diikuti oleh para Ulama NU dan seluruh warga Nahdliyin. Namun kalimat itu akhirnya ditiru dan digunakan oleh hampir semua kalangan umat Islam dari berbagai organisasi dan pergerakan. Kekhasan untuk warga NU pun sudah tidak ada lagi. Untuk itu beliau menciptakan kalimat baru “Wallahul Muwaffiq ila Aqwamith Thariq” yang dirasa cukup sulit ditirukan oleh warga non-NU. Sehingga sejak itu warga Nahdliyyin menggunakan kalimat “Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamit Thariq” dalam mengakhiri ceramah, pidato dan surat menyurat sebelum salam penutup, meski yang tetap terbiasa menggunakan ”Billahit Taufiq wal Hidayah” juga masih banyak. Khidmah Kiai Ahmad demikian panggilannya sehari-hari di NU dimulai dari tingkat cabang sampai PBNU. Banyak tugas penting di NU yang pernah diembannya seperti Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kendal, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah dengan Katib KH Sahal Mahfudz, dan terakhir sebagai Mustasyar PBNU dan MUI Jawa Tengah. Beliau juga tercatat sebagai kontributor dan distributor majalah Berita NO, yang terbit tahun 1930an. Dalam sebuah tulisan, Kiai Sahal Mahfudz menyebutkan bahwa Kiai Ahmad menyimpan dokumen-dokumen jurnalistik NU seperti Buletin LINO Lailatul Ijtima’ Nadhlatoel Oelama. dik
CKTo.